December 18, 2011

The Nekad Traveller continues

Dan tibalah kami di Hotel Amarys Simart. Kami memperoleh kamar di lantai lima. Awesome, should be, tapi karena mereka GAK punya lift, jrengjreeengg…! Bayangkan bawaan saya yang segaban itu saya angkat dengan susah payah kesana. Untung saja kami tidak menunda check-in seusai berkeliling hingga malam nantinya. Plus there’s no such thing as bell boy there, so kalo kita butuh apa-apa, kita urus sendiri deh, pe-er banget deh.. :D

Kamar yang kami tempati bisa dibilang lumayan dan ada pemandangan balkonnya. Walaupun ruang kamarnya sangat compact, begitupula dengan ukuran kamar mandinya, tetapi bersih dan acceptable untuk digunakan sebagai tempat peristirahatan lah.. toh selama disana kami pasti akan lebih banyak mengeksplorasi dunia luar, pastinya!

Petualangan kami dimulai dengan mengunjungi Sacre Ceur (The Hill of Sacred Heart) yang terletak di dekat area Montmare. Setelah membekali diri dengan membeli kebab di restoran Turki dekat hotel, kami menggunakan Metro menuju kesana.

As I said earlier, nyasar tiga jam itu sudah membuat kami khatam ilmu perMetro-an Paris, maka dengan mudahnya kami menemukan rute menuju kesana, plus di setiap stasiun Metro pasti terpampang peta besar yang menggambarkan seluruh rute Metro, dan untuk beberapa area wisata, dicantumkan dengan jelas tempat pemberhentiannya.


Dengan ditemani hujan rintik-rintik, perjalanan menuju Sacre Ceur saya rasakan paling berkesan. Untuk menuju kesana, kita harus menapaki jalan menanjak yang sebelah kanan kirinya adalah toko-toko souvenir, dan ada banyak pelukis yang menawarkan jasanya untuk melukis kita dalam goresan tinta.

Sacre Ceur pada dasarnya adalah tempat ibadah yang berada di puncak bukit, begitu masuk kedalamnya, sungguh terasa kemegahannya, dan kebetulan pada saat itu, sedang ada choir yang begitu indahnya mengalun mengisi ruang-ruang dan menemani para wisatawan berkeliling menikmati karya seni yang ada di dalamnya. Jangan lupa untuk membeli koin souvenir yang dapat dibeli melalui mesin penjual otomatis.




Ohya, dalam perjalanan menuju kesana, anda harus waspada terhadap gerombolan imigran yang ‘menjual’ tali temali pada wisatawan dengan paksa, ataupun mereka yang mengaku dari Yayasan Disabled yang meminta kita mengisi form yang kurang lebih intinya meminta donasi. Konon kata Echa, teman saya yang tinggal disana, mereka kurang lebih sama dengan oknum gepeng di Jakarta.

Kelar berkeliling & berfoto di Sacre Ceur (ps: sebenarnya didalam Sacre Ceur sendiri tidak diperbolehkan untuk mengambil foto, tetapi namanya wisatawan nakal yah, tetep ya curi-curi foto mah dilakonin :P) kami lalu berjalan ke area Montmare, dan mengunjungi pasar seni lokal yang ada disekitarnya. Begitu banyak karya seni yang menarik yang berada di dalamnya, hanya saja range harga yang ditawarkan memang tidak bisa dibandingkan dengan harga barang-barang seni di Bali, misalnya – ya iyalahyaaa.. :D

Dari Montmare, kami melanjutkan perjalanan ke Eiffel setelah mengambil tiket Paris Pass terlebih dahulu. Fyi, Paris Pass ini adalah semacam tiket terusan yang bisa kalian beli dengan harga tertentu (tergantung berapa hari yanga akan digunakan) yang bisa digunakan untuk memasuki beberapa area wisata, macam Museum Louvre, Gravin Museum, dan lain sebagainya (monggo dicek langsung ke websitenya), dan penggunaan Paris Pass ini, cukup saya rekomendasikan mengingat faktor kepraktisan dalam penggunaannya dibanding harus mengantri tiket masuk tempat-tempat wisata, plus ada tiket Metro terusan (selama beberapa hari sesuai pembelian) yang kita dapatkan begitu kita membeli Paris Pass ini.

Perjalanan menuju Eiffel dari pusat kota agak membingungkan dalam pencarian stasiun Metro itu sendiri, ditambah hujan yang masih belum berhenti menemani petualangan kami di hari pertama itu. Setelah kami mencapai stasiun Trocadero >> Metro stasion yang terdekat untuk mencapai Eiffel Tower, tapi kok ya belum kelihatan ya menara tinggi yang legendaris itu? Begitu kami bertanya pada orang sekitar, ternyata menara itu hanya satu belokan dari posisi saya, dan berdirilah menara tinggi nan menawan itu disana, dingin, angkuh, namun begitu anggun tegak berdiri di area lapang, barulah sahih pada momen itu bahwa kami, sudah touch down di Paris!

Berjalan mendekati menara itu terasa begitu mendebarkan, walaupun pada kenyataannya sedikit ironi karena ternyata menara Eiffel mirip2 sutet. Yak sutet tegangan tinggi yang biasa kita temukan disini, xixixixi.. Cuma yang kami lihat disini adalah versi raksasanya, plus lebih indah karena lampu-lampu indah siap menyala disekitarnya pada malam harinya.



Saya janjian dengan Echa untuk ketemuan disana, lalu kami ngobrol-ngobrol sebentar di café sekitar situ, sambil bertanya padanya tempat pemberhentian tempat tujuan kami selanjutnya. Agak iri juga mendengar dia berbicara dengan begitu lancarnya dalam bahasa Perancis pada pelayan café tsb, juga membayangkan bagaimana rasanya hidup dan bekerja di kota ini :)

Sudah tiba di Eiffel, rasanya tidak puas jika tidak naik ke puncak sana, maka beberapa hari sebelum perjalanan dimulai, kami membeli tiket online untuk naik hingga ke puncak menara Eiffel. Gila, pemandangan dari atas sana, super! Ditambah cuaca dinginnya yang bikin pengalaman ‘mendaki’ ke puncak Eiffel itu tak terlupakan.

Unfortunately, karena besok paginya kami sudah akan terbang ke Italy, kami harus menyudahi petualangan kami malam itu lebih cepat. It’s resting time.

Ps: no jet lag has gotten us in anyway. Ihiiiyyy..!!!!

December 11, 2011

Indahnya Metro Paris

Menggunakan Metro sebagai alat transportasi umum di Paris sebenarnya sungguh sangat mudah, selama kita tahu mau turun dimana, karena jalur yang mereka miliki sungguh sangat lengkap dan mampu menjangkau sudut-sudut kota, dari ujung yang satu hingga ujung lainnya, sehingga kita tinggal mencari jalur terpendek untuk mencapai tempat tujuan. Mirip-mirip jalur TransJakarta, tapi bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan dari sisi ketepatan waktu, karena setidaknya setiap lima menit (kebanyakan kurang dari itu) Metro melewati setiap stasiun.

Andai saja Jakarta bisa memiliki transportasi semacam itu.

The Nekad Travellers part 3

Berjalan menyusuri stasiun seperti orang tersesat *padahal emang nyasar, dengan pedenya kami berjalan ke ujung lain dari tempat awal kami turun. Begitu tiba ke ujung lainnya, ternyata kami harus terlebih dahulu membeli tiket Metro yang ada di sekitar titik awal kami turun dr RER. Gubrak!! Putar balik, saudara-saudara!

Untung saja semangat masih 45banget!

Berhubung perut agak keroncongan, daripada tepar di tengah perjalanan, akhirnya saya membeli makanan Asia di stand terminal itu. Mahal bok, satu tusuk (3pcs) baso ikan saja harganya 4.5Euro (+-IDR50rb) ajaaah!

Lalu, setelah bertanya-tanya pada orang sekitar dengan kalimat andalan yang diucapkan dalam bahasa Perancis yang artinya apakah mereka bisa berbicara bahasa Inggris, ditambah bahasa tubuh untuk menanyakan tempat membeli tiket Metro, akhirnya kami sampai di depan mesin penjualnya. Dan kami berdua, cecengoan di depan mesin yang sudah sangat advance itu (maklum ya bo, disini kan gak ada mesin kayak begitu) kami mencoba-coba mengeksplorasi mesin tersebut.

Sampai tiba-tiba datang seorang bapak berambut tipis yang akan membeli tiket, lalu menawarkan utk membelikannya untuk kami dan menyuruh kami mengikutinya sambil memberikan instruksi arah tujuan untuk mencapai hotel kami. Tapi ya namanya masih gak ngerti ya bo, akhirnya NYASAR MANING.. nyasar maniiingg.. baguuuuussss…

Tiga jam sudah berlalu, dan saya pun hampir desperate (let’s not forget barang bawaan yang harus digeret2 plus dibawa naik turun tangga stasiun metro, whoosah). Sementara jarum jam sudah menunjukan hampir jam 12siang, akhirnya saya bertanya pada teman kuliah saya yang stay di Paris beberapa tahun belakangan ini, dan voila! Dalam waktu kurang dari 20 menit, kami sudah berada di track yang benar dan pukul 12.30 kurang, kami sudah tiba di hotel, tentunya masih tetap dengan bertanya pada orang sekitar alamat hotelnya, teteeeupp… *deeuuhh.. daritadi kek ya nanya ama temen gue itu…*

Tapi tampaknya edisi nyasar tiga jam itu membuat kami khatam ilmu Metro-nya Paris, karena pada akhirnya kami bisa dengan mudah mengerti rute, metro line, dan ngalor ngidulnya sistem transportasi Metro :D

November 29, 2011

The Nekad Travellers parts 2



Yes..!! We got the visa!! Ihiiiyyyy…

Usaha, penantian, keribetan maupun ketegangan yang muncul selama proses ini terbayar sudah.
Dan visa schengen dengan foto saya (yang kebetulan bagus) itu tertempel dengan manisnya di paspor bersampul hijau kepunyaanku.

Rute penerbangan yang ditempuh adalah melalui Kuala Lumpur terlebih dahulu, ditambah delay selama hampir 1.5jam, begitu sampai di LCC Terminal, tergopoh-gopohlah saya dan Wiena untuk mengejar pesawat yang akan berangkat menuju Perancis. Perjalanan KL-Orly ditempuh dalam waktu empat belas jam, dengan menggunakan Air Asia yang memang budgeted airlines itu. Perjalanan terhitung lancar & aman, jadi tidak perlu khawatir untuk terbang bersama airlines tsb, apalagi mereka menggunakan pesawat airbus yang cukup besar. Tapi jangan dibandingkan dengan penerbangan premium macam SQ, Qantas dsb-nya ya, karena untuk makanan serta perlengkapan tidur (bantal, selimut & penutup mata) kita memang harus memesannya dengan mengeluarkan biaya tambahan.

Tiba di Orly pada pukul 9pagi dan cuaca diluar sana cukup dingin mengingat saat itu adalah pertengahan Oktober, dimana musim gugur sudah hampir usai berganti musim dingin.

Saya sendiri baru menyadari bahwa saya berada di Negara yang sama sekali asing saat kami tidak mengerti tulisan serta transportasi apa yang harus digunakan untuk mencapai distrik Paris. Mengikuti petunjuk yang ada di buku panduan wisata, kami membeli tiket OrlyVal yang semacam kereta listrik mini untuk menuju ke stasiun metro. Sambil membuka-buka peta, kami mencoba menebak rute selanjutnya, dimana kami harus turun, lalu naik metro yang mana, dsb. Hingga saat dimana tampaknya semua orang berdiri dan turun dari OrlyVal tsb. Masih pede jika kami masih akan turun di beberapa pemberhentian berikutnya, kami masih dengan santai melihat peta perjalanan, hingga seorang pria menanyakan pada kami, dalam bahasa Inggris, apakah kami akan menuju Paris, lalu menyuruh kami untuk segera mengikutinya dan turun. Dengan tergopoh saya menggeret bagasi seberat 15kg dan backpack 5kg serta tas tangan yang ternyata bikin rempong, untungnya orang itu sabar menunggu.

Namanya Jeremy, he’s a fellow traveler, kebangsaan Perancis yang sangat baik hingga mau menolong kami menunjukan arah yang harus kami ambil, dalam bahasa Inggris. At that time, He’s our angel : ) Jika saja dia tidak memberitahu kami untuk turun, saya rasa kami akan ikut berputar kembali ke tempat awal.




Jadi, dari Orly, kita harus turun di pemberhentian terakhir (Anthony, if I weren’t mistaken) dan naik RER ke stasiun Metro yang akan membawa kami ke arah hotel. Ia memberitahu di stasiun mana kami harus turun, sayangnya ia turun terlebih dahulu, sehingga setelah stasiun yang diberitahukannya, we’re on our own…

(still continuing...)

October 30, 2011

The Nekad Travellers


October 17, 2011

Let the journey begins…

So, the initial of this journey were starting off from last year. Dimana dua bocah kantoran gila & impulsif ini (me @dita_actually & wiena @WienaEstikawaty) yang awalnya hanya berencana travelling ke Bali, tiba-tiba melihat promo Air Asia utk tujuan Paris dengan nominal yang amat menggoda. Cheap, for sure. Bermodalkan mimpi dan semangat untuk travelling abroad, akhirnya kami berhasil mem-booking tiket plus hotel selama 6hari 5malam di Negara yang konon katanya indah nan mempesona itu. (ps: waktu itu tiket PP + akomodasi tertagih sekitar delapan jeti sajah)

Tantangan selanjutnya adalah memperoleh visa Schengen yang denger-denger agak susah, apalagi ada yang bilang akan lebih susah jika paspornya masih kosong. Tetapi dengan kekuatan pikiran positif ala Mario Teguh, saya maju tak gentar (walaupun tetap mengencangkan ikat pinggang, heuhehuehu..)

Visa Schengen ini adalah jenis visa yang harus kita (sebagai WNIndonesia) peroleh utk bisa memasuki wilayah Uni Eropa, Perancis salah satunya. Konon katanya, kalau warga Negara tetangga sebelah (Malaysia & Singapura) gak perlu nih urus2 visa Schengen utk traveling ke Eropa, demm..

Perjuangan untuk memperoleh visa ini yang agak bikin deg-degan. Saat mengajukan permohonan visa Schengen tujuan Perancis, syaratnya sebagai berikut (utk informasi yang lebih update, mungkin bisa cari info lewat travel agen yang kalian kenal) :


· Paspor min. masa berlaku 6 bulan dan lampirkan paspor lama
· Pas foto 3,5cm x 4,5cm latar belakang putih 2 lembar terbaru berwarna, tidak memakai tutup kepala / jilbab atau boleh memakai jilbab tapi telinga harus kelihatan . Foto diambil dalam 06 bulan terakhir.
· Ticket pesawat return
· Surat sponsor dari perusahaan tempat kerja atau surat keterangan bekerja yang menyatakan keterangan mengenai nama lengkap ,jabatan, tanggal mulai bekerja di perusahaan tersebut serta pihak yang bertanggung jawab atas pengeluaran selama perjalanan. Dalam Surat Sponsor tersebut harus tercantum alamat jelas, nomor telepon dan fax serta cap dan tanda tangan dari perusahaan tersebut.. Surat Sponsor tersebut harus dalam Bahasa Inggris.
· Keterangan tempat tinggal berupa : reservasi hotel, bukti kepemilikan, atau kontrak tempat tinggal. Jika akan tinggal di rumah keluarga/teman orang Perancis, diperlukan : surat keterangan dari walikota setempat (asli)/ attention de accuille dan surat pernyataan dari pengundang akan tinggal di rumahnya dari tanggal … s/d … dan dijamin kembali ke Indonesia pada tanggal … dan fotokopi ID pengundang.
· Konfirmasi hotel via internet tanpa jaminan kartu kredit tidak bisa diterima
· Slip Gaji Asli dan copy
· Asuransi perjalanan / travel insurance asli
· Bukti keuangan 3 bulan terakhir ybs ( buku tabungan atau rekening koran ) asli dan copy >> Bank balance yang disarankan adl minimum 50jt
· Kartu Keluarga asli dan copy
· Copy akte lahir anak beserta surat keterangan sekolah atau copy kartu pelajar (bila anak ikut pergi)
· Paspor dengan alamat luar negri tidak bisa apply (harus mutasi ke alamat di Indonesia)
· Isi form aplikasi

Pengurusan visa ini bisa dimulai paling cepat 3bulan sebelum keberangkatan, dan prinsip dasarnya adalah, lebih cepat lebih baik. Namun berhubung satu dan lain hal, saya baru sempat melakukan pengurusan visa ini 1.5bulan sebelumnya, in which travel agent yg tadinya saya andalkan mengatakan bahwa masih aman utk mengurus visa dlm jangka waktu tersebut. Semua dokumen serta persyaratan sudah saya siapkan, dan diserahkan pada si travel agent di awal September dengan tingkat kepercayaan diri SUPER.

Lalu dua hari kemudian, saya dikabari bahwa kedutaan Perancis fully booked hingga pertengahan Oktober. Hey… saya harusnya sudah berangkat pada saat itu, bukan??

Pening hingga nyut-nyutan muncul ke ubun2 kepala :D

Dari berkonsultasi pada si bos yang sudah berkali-kali bolak balik ke Eropa hingga bertanya langsung ke Kedutaan. Sambil panas dingin akhirnya menenangkan diri utk mencari informasi di Internet. Alhamdulillah, ketemu juga jalannya, sesuatu banget.

Jadi, untuk pengurusan visa Schengen tujuan Perancis, mereka sudah menunjuk single agen yang bisa kalian temukan di TLSContact.com. Tinggal ikuti prosedur yang mereka jabarkan di web, lalu tunggu kabar.

Tapi mengingat waktu perjalanan saya yang ternyata sudah masuk dalam hitungan mepet, dan jadwal paling cepat yang bisa saya dapatkan adalah pada dua minggu sebelum keberangkatan.

O o.. that doesn’t seems so good.
Akhirnya saya telepon TLSContact directly lalu sedikit ‘curhat’ sama personnelnya, meminta saran apakah ada yg bisa saya lakukan utk memperoleh jadwal interview lebih awal daripada yg sudah dijadwalkan, karena tentunya tiket promo itu non refundable + gak flexi date. Personel TLS, untungnya, begitu baik dan menyarankan saya utk menelpon mereka saat semua dokumen siap lalu minta untuk dimasukkan pada waiting list interview :)

Waiting list interview ini adalah metode percepatan pengurusan, so instead of waiting for the scheduled interview, saat ada jadwal yang kosong, kita akan ditelpon untuk langsung datang dan membawa kelengkapan yang diperlukan. Tapi tentunya mereka tidak bisa memberikan jaminan kapan kami akan dipanggil untuk interview tersebut.

Dalam masa ‘idah’ penantian, disertai saran dari Mba Lies @lies_elviana - senior secretary di kantor lama saya yang dulunya udah khatam soal urus2 travelling, saya memutuskan untuk mencoba apply visa di kedutaan Belanda sebagai backing up. Aplikasi di kedutaan Belanda sepertiny lebih mudah dan kosong, sehingga untuk mendapatkan janji temu lebih cepat. Tapi berhubung segala booking yang sudah diprepare berkonteks di Paris, jika kami mau mengajukan visa Schengen kesana, otomatis kami harus book akomodasi disana terlebih dahulu. Haduh.. grogi setengah mati rasanya. Ujung2nya saya pasrah dan kencengin doa, supaya jalannya dilancarkan #Amien. Yang mana yang cepet dulu deh yang akan diurus. Kalau ternyata TLS tak kunjung memanggil sebelum janji temu dengan Kedutaan Belanda, ya mau gak mau, saya perlu booking akomodasi etc utk di Belanda itu sendiri.

Fyi, pengurusan visa Schengen untuk melalui Kedutaan bisa dilakukan melalui dua cara: (1) entry country: jadi kita mengajukan visa Schengen melalui Negara Uni Eropa yang pertama kali kita masuki (2) longest stay: diajukan di Negara yang paling lama kita tempati selama travelling disana.

Namun ternyata tidak sampai 2minggu dari pengajuan waiting list di TLS, saya sudah dipanggil utk interview, sehingga kami tidak perlu mengatur akomodasi Kedutaan Belanda. Saya bertandang kesana tentunya sepaket dengan office mate saya dan meluncurlah kami kesana.

Wawancaranya berjalan dengan sangat lancar, lots of laughs, sesi curcol, dan ternyata tidak serumit yang dibayangkan, kata personnel TLS, selama kelengkapan yang diperlukan sudah sesuai, visa pasti keluar kok :D Yes! Tambah positive thinking positive feeling deh :)

Tapi tetep aja deg2an nunggu 2minggu sampai keputusan visa-nya diperoleh.

Lalu apakah yang terjadi??
*to be continued..


August 17, 2011

Beugh..!

udah tiga bulan aja gitu saya mengabaikan blog ini..

Kalo kamar kayaknya udah debuan dimana-mana plus muncul jaring laba-laba di sudut-sudut kamar :D

Baiknya saya bersihkan dulu 'mereka-mereka' itu ya :)

Anyhow, tepat sekali di hari ke-17 Bulan Ramadhan tahun ini bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus, double up the 17 numbers, coincidence? there's no such thing as coincidence.

Semoga masing-masing dari kita bisa sesegera mungkin menemukan jalan terbaik untuk kembali memerdekakan negara ini dan membangunnya menjadi negeri impian. Dan semoga itu semua tidak lagi menjadi hanya semoga dalam waktu singkat!

So wake up and make it realize! :)

May 17, 2011

Life Happens (part.2)

Ada kalanya dalam hidup, kita merasa tertinggal begitu jauh dari orang-orang di sekitar.

Unfortunately, waktu terus berjalan, tak peduli apapun yang kau alami dan kau rasakan. Dan dengan berjalannya waktu pula saya menyadari, bahwa jika saja kita bisa melihat dari ketinggian yang berbeda dan membuka mata selebar-lebarnya, pasti kita bisa selalu memilih perspektif lain dalam melihat dunia ini.


Bahwa dunia ini tidak selebar daun kelor, maka kita tidak harus selalu mengenakan kacamata kuda yang terkadang hanya membatasi jarak pandang.

Dari satu perspektif yang terpilih, bisa saja kita melihat bahwa dalam perlombaan, kita tertinggal dari peserta lainnya. Namun dari sisi lainnya, kemungkinan besar ada fakta dalam dunia ini, yang dapat menyadarkan bahwa sebenarnya hidup kita ini tidak buruk-buruk amat kok.

(Ternyata) masih ada orang-orang yg keadaannya lebih ‘parah’ daripada kita. Misalnya saat kita ‘incidentally’ bertemu dengan mantan gebetan yang physically dulunya oke banget, sekarang malah berperut buncit dengan rambut menipis macam Pangeran William; atau menemukan bahwa seorang yang dulunya adalah kembang desa, sekarang justru sedang “mekar-mekarnya”.

Summarizing perbincangan saya dengan seorang teman akan hal ini, dia berkata pada saya, “Oh, jadi waktu lo merasa down, untuk membuat mental lo balik lagi adalah dengan melihat orang lain yang lebih down daripada elo ya?”

Hmmm.. walaupun kejam, tapi ternyata trick ini memang ampuh untuk mengangkat mental yang sedang jatuh :P

Otherwise, please bear in mind that the race ain’t over yet. That means you still could chase your loss by doing the best effort you could.

So, whenever you feel down about yourself, you might wanna check what’s below you

It’s all about the height..

May 14, 2011

Ngidam Manisan Mangga

*Tanggal-tanggal mendekati masa period *

Seluruh permukaan di indra pengecap sudah menantikan rasa masam-manis yang muncul dari sensasi mengunyahnya sebuah manisan mangga. Ya, manisan mangga.

Di suatu sore, di tengah-tengah dateline yang merecet brebet beut itu, saya ‘terpaksa’ mencari-cari tempat yang menjual manisan itu. Sudah terbayang manisan mangga macam apa yang saya inginkan. Maka meluncurlah saya ke mart di area basement kantor sambil mengantongi selembar uang sepuluh ribuan. Memasuki mart terdekat, saya kemudian mencari manisan tersebut, hmm.. tapi kok ga ada ya? Lalu saya bertanya pada sang pramuniaga dan hasilnya, memang mereka tidak menyediakan manisan tersebut :(

Tidak menyerah dengan usaha pencarian itu, saya ngesot ke mart yang lokasinya terpisah dan lebih jauh pastinya. Mengelilingi lorong paling kanan, kemudian ke lorong sebelahnya…dan YAK!!! Ada beberapa baris manisan tersebut. YEAY!!!! Akhirnya kesampean juga makan manisan itu. Tapi….

Eng-ing-enggggg… pas saya lihat tag harganya: 11,500 – ARRRGGGGGHHHH….!!!! Tidaaaaaak…
Uang yang saya bawa kurang Seribu Lima Ratus Peraakkk

Usaha untuk ngutang di mart tersebut tidak berani saya lakukan, karena saya memang bukan pelanggan setia disana, huuhuhuhu… So then, dengan sangat kecewa, saya harus kembali ke lantai atas dan… menyerah?? Tentu tidak! Saya kembali ke atas untuk mengambil uang lebih dan kembali ke mart tersebut dan membelinya. HA!




















There is it. The self-fulfilling manisan mangga.

And within ten minutes, I’ve eaten all of it. HA!!



















*Sigh.. woman and their hormone…

Thanks to..

Hujan dan petir tanpa henti selama hampir dua jam, yang tidak memberikan kesempatan pada saya untuk menghabiskan waktu luang saya hanya dengan menonton acara tivi yang menyenangkan, namun wasting for nothing. Karena dengan adanya hujan dan petir itu, saya bisa fokus untuk kembali menulis & memposting beberapa ide yang selama ini hanya saya tinggalkan dalam draft saja.

-There is no such things as coincidence-

Seberapa tinggi dindingmu?


Terinspirasi dari perayaan tahun baru kemarin (wew, sudah lama juga ya?), terbesit pertanyaan dalam diri saya, apakah ‘dinding’ yang saya gunakan sebagai pembatas antara saya dengan orang-orang disekitar sudah berada pada ketinggian yang tepat? Apakah dinding itu terlalu tinggi? Atau justru terlalu rendah?

Seperti layaknya perayaan tahun baru lainnya, kembang api digunakan sebagai salah satu peramai perayaan itu. Dan sebagaimana tahun-tahun lainnya, saya kembali berperan sebagai penikmat kembang api, alias penonton yang baik untuk kembang api yang dipasang oleh tetangga sekitar (males beli bo :P)


Kebetulan, di acara tahun baru kemarin, saya berkumpul bersama keluarga besar di rumah dengan pekarangan yang luas, sehingga kami bisa BBQ-an, ngobrol2 serta menikmati pemandangan atas kembang api-nya orang lain.

Saking tingginya dinding yang terpasang di rumah saudara saya itu, seringkali kami mengalami kesulitan untuk menikmati si kembang api. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk pindah ke lantai atas, untuk melihat pemandangan tersebut dari balkon.

Dan ternyata berhasil, kami bisa melihat pemandangan indah itu dengan lebih mudah daripada sebelumnya. Dan dari balkon itu juga, saya menyadari bahwa sebenarnya ada begitu banyak pemandangan kembang api yang bertebaran, hanya saja, dikarenakan dinding pembatas yang terlalu tinggi, maka kami kehilangan kesempatan melihatnya.

Bahwa sebenarnya penempatan dinding yang terlalu tinggi, terkadang merugikan si empunya, karena akan membuatnya kehilangan pemandangan indah di sekitar yang tidak mencapai batas tinggi dindingmu. Tetapi penggunaan dinding yang terlalu rendah bukan pula pilihan yang terbaik, karena dapat membuat fungsi utama dindingmu dalam fungsi pengamanan, tidak berjalan dengan optimal.

Maka yang terbaik adalah dengan membangun dindingmu pada ketinggian yang tepat. Atau mungkin, jika kamu merasa dinding tinggimu sudah berada pada kadar yang tepat, cobalah sesekali melihat dari ketinggian yang berbeda, karena mungkin dengan itu, kamu baru akan menyadari betapa banyak dan indahnya pemandangan yang kamu lewatkan :)

March 13, 2011

Life Happens

Beberapa waktu belakangan ini, ada begitu banyak berita mengejutkan dari orang-orang sekeliling saya. Ada beberapa yang (secara tiba-tiba) akan menikah dalam waktu dekat, ada yang hamil setelah usaha panjangnya-atau justru effortless, ada yang sebentar lagi akan melahirkan, ada pula yang sudah asik menimang bayi-nya. Padahal dulu kami semua berada dalam fase kehidupan yang sama.

Dalam dunia karier, ada mereka yang tiba-tiba mengalami peningkatan super progresif, ada yang yang bounce back untuk mengejar passion-nya-walaupun itu berarti mereka harus memulai literally dari awal, adapula yang akhirnya berhasil pindah dari negara ini dengan memanfaatkan segala kesempatan yang ada.

I am happy to hear that, I am happy for them.

Itu pikiran awal yang pasti muncul di kepala saya, lalu: I envy them. So much.

Setelah itu, pasti akan begitu banyak pemikiran yang tiba-tiba muncul di kepala: betapa banyaknya pencapaian atau keinginan yang masih tertunda, rencana-rencana yang masih belum jelas kapan realisasinya dan sebagainya. Lalu perasaan mellow muncul, tentunya..

Akan tetapi bukankah segala yang terjadi pada hidup tiap-tiap orang adalah rejekinya masing-masing. Dan hidup ini adalah rahasia Tuhan??

Well then, what happens? LIFE Happens. Dan saya benci saat itu terjadi.

Maksudnya, saya benci saat saya melihat hidup berjalan untuk semua orang, sedangkan saya tertinggal di belakang..

Suara yang muncul di dalam kepala (SMDK): So, what happens to you?

Saya: What happens to me..? Nothing.. I guess..

SMDK: Well, if life you’ve wanted had not happened to you, just yet. Make it happened!!

*sambil terus menyemangati diri sendiri dan menarik napas panjang*

February 14, 2011

So you think your life is hard?

Jarum jam menunjukan pukul enam lebih empat puluh lima menit di sore hari. Dengan langkah gontai saya berjalan menjauhi area kantor, mencoba menghilangkan segala kepenatan yang sudah terjadi sepanjang hari.

Menunggu angkutan umum yang biasa saya gunakan menuju rumah, datanglah kemudian si nomor 72 berwarna orange, dan sayapun segera beranjak kedalamnya. Celingukan mencari tempat duduk yang tersedia, akhirnya saya menemukan spot di kursi bagian depan. Sebelum melangkah ke arah kursi kosong itu, saya menyadari ada sesosok mahluk mungil yang sedang bercengkrama di pojokan. Hantu? Untungnya bukan.

Mahluk mungil di pojokan itu adalah anak si sopir yang sedang dibawa bapaknya saat bekerja. Anak lelaki yang setidaknya berumur tiga tahun itu bermain mobil-mobilan di lantai kopaja, dan kemudian saya sadari bahwa si ibunya berperan sebagai kondektur. Terbayangkah hidup seperti itu bagi kalian?

Seharian mengukur jalanan, mencari penghidupan yang mungkin benar-benar hanya sekedar sepiring nasi dan mungkin sebotol susu.

Dan jika kita pernah merasa bahwa hidup kita berat, coba bandingkan dengan hidup keluarga kopaja itu.

*dan saya memang masih harus belajar bersyukur*