May 29, 2010

Jadi, salah gue?

Dalam perjalanan sepulang dari kantor, di dalam bus angkutan umum, saya dan seorang teman lama berbincang dan saling bertukar cerita. Teman saya itu memiliki tawa dengan oktaf tinggi yang memang bukan dibuat-buat. Memang default setting-nya seperti itu. Berhubung sebentar lagi dia akan pergi menetap di luar Jakarta, kami dengan serunya bercerita sambil cekakak-cekikik memanfaatkan waktu yang tersisa.

Kebetulan, dalam bus itu, ada seorang pengamen yg sedang menyanyi. Dan kebetulan pula, kami duduk berbeda baris, sehingga utk saling berkomunikasi, membutuhkan extra effort dan extra volume.

And so we chat, and so the pengamen sang.

Dua puluh menit kemudian, si pengamen seperti biasa mengedarkan kantongnya utk diisi, tapi entah kenapa, ia mulai ‘bertingkah’. Ia menaruh kantungnya di depan muka teman saya, yang kebetulan berada di baris yg lebih depan, cukup lama, padahal saya sudah lihat kalau dia sudah kasih ‘tangan’ ke si pengamen, sebagai tanda minta maaf karena tidak berniat memberi uang kecil. Setelah diedarkan ke orang berikutnya, dia kembali menaruh kantungnya di depan muka teman saya. Aneh bin ajaib ni orang, saya pikir. Kemudian dia mengarahkan kantungnya ke saya, yang kemudian saya sambut dengan kata maaf sambil memberi tangan. Then… all of the sudden, dengan sewotnya dia berkata dengan nada marah, “Iya, saya tahu mbak, orang kok ngomong kenceng banget, mana ketawanya keras pula!” en the bla bla bla cuih..

Yeeeeeeeeeee… situ sewot? Emang ada yg minta situ nyanyi?? Beside, saya dan teman saya itu, swear to God, ga ada maksud sama sekali untuk mengganggu ‘pertunjukan’ dia. Jadi kalo suara lo kalah sama suara ketawa dua cewek, salah gue??

Cih, Sampah!
**dibuat dengan emosi yang masih kebawa.. and FYI, kagak ada, yang minta situ nyanyi juga kok, WEEEEEEEK :P

Romantisme ditengah kewarasan

Seorang wanita terduduk diam diantara tumpukan-tumpukan kantung plastik, di depan rumah yang tidak berpenghuni. Pandangan matanya nanar, kosong, terbengong. Ia sama sekali tidak mengenakan riasan muka, hanya pakaian kotor seadanya yang melekat di kulit dan corengan-corengan debu yang menghias pipinya. Rambutnya dibiarkan berantakan.

Dalam jarak beberapa ratus meter kutemui seorang pria yang penampakannya tidak kalah dari sang wanita. Di tangannya, ia menggenggam sebuah pepaya yang masih hijau kulitnya. Sambil merokok dan berjalan dengan penuh percaya diri, ia berjalan menuju ke tempat wanita itu duduk terdiam.

Tak lama kemudian, sang pria menghampiri si wanita yang masih duduk dengan tatapan nanar. Ia memberikan pepaya itu, untuk kemudian dimakan bersama. Mereka berdua hanyalah sepasang orang gila.

Namun ditengah ketidakwarasan mereka, saya justru menemukan pelajaran tentang ketulusan dan kasih sayang.

Sesuatu yang tampaknya masih sulit untuk ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Hmmpph.. sambil menghela napas **mellow banget-kah? :P