September 23, 2009

Menunggu cinta bagaikan menunggu bus

Buat mereka yang tahu rasanya menunggu bus untuk perjalanan pulang maupun pergi ke tempat tujuan, kalau boleh saya analogikan, menunggu cinta mirip dengan menunggu bus.

Dimana letak persamaannya?

Begitu jam sudah menunjukkan waktu pulang teng-go, kita buru-buru pulang dengan ekspektasi bus dambaan kita akan lewat, sehingga kita bisa pulang dengan perjalanan sesuai ekspektasi.
Tapi, saat kita tidak bisa pulang teng-go, ya sudah, kita menunggu bus lewat dengan rute yang biasa kita lewati.

Kalau bus-nya gak lewat-lewat juga, gimana?
Saat ada banyak pilihan, kita biasanya menggunakan seluruh informasi yang kita punya, sehingga masi bisa sedikit belagu dengan tidak mengambil apa saja yang lewat, apa saja yang tersedia, kita ambil yang kita mau. Apalagi kalau misalnya kita sudah menunggu lama, ogah dong ambil bus yang berdiri, apalagi penuh, apalagi gak ber-AC.

Masalahnya cost untuk menunggu itu sudah keluar, jadi kalo kita take for granted, berasa rugi dong.. Makanya, kita cenderung lebih perfeksionis tuh jatohnya...

Ngerti ga?
Ini mo nyampein teori cinta apa curhat soal nunggu bus sih?

Hahaha, maaf, teorinya belum bisa tersampaikan dengan baik lewat kata2. tapi inti teorinya ya dua baris terakhir itu lah. Agree?

2 comments:

  1. yeeaaa.. riiitteee.. tetapi semakin lama lo menunggu, lo akan bersedia naik apa aja asalkan lo bisa pulang. emang mau nginep di kantor?!

    *ini soal nunggu bus ya, gak ada hubungannya dengan teori cinta. wkwkwwkwk..*

    ReplyDelete
  2. jadi ga applicable buat teori cinta kan ol.. kalo iya, gawat juga.. hahaha...

    ReplyDelete