Seorang teman menikah.
Teman saya itu, seorang yang cantik, pandai, datang dari keluarga yang lumayan berada. Maksud saya, hidupnya (setahu saya), tidak kekurangan dan jauh dari pas2an..
Lantas kenapa? Gak papa, cuma mau kasih ucapan selamat ajah..
Lho?!
Bukan, bukan, bukan sekedar itu.
Konon katanya, teman saya itu menikah karena uangnya si pria lah, karena si pria kaya lah, atau entah apa lah itu.
Komentar saya? Yah, saya sih no comment.. Cuman, kalo pas ada temen yang ngajakin saya ngegosip masalah itu, ya saya (boleh dong) ikut ketawa-ketawa dan seru-seruan ngebahas gosip itu.. namanya juga cewek ya bo...
Konon katanya, si cowok udah tua, jelek, pokonya gitu lah, tapi.. duitnya banyak. Ironisnya, menurut saya disitulah letak keadilan hidup. Si cewek, cantik, pinter, plus-plus lah pokonya. Si cowok, jelek, tua, TAPI duitnya banyak. Makanya si cewek mau (katanya)..
Eniwei, I wish them both a happy marriage life ever after!
Walaupun, kata orang bijak, pernikahan tidak sebaiknya didasari oleh sesuatu yang berbau materi, sebagaimana gosip ini santer terdengar, because those things don’t last forever.
Yet, pernikahan yang didasari atas purely rasa cinta atau sayang juga belom tentu lebih baik daripada alasan yang satu lagi, toh..
Ya udah lah ya.. namanya juga lain ladang, lain ilalang. Lain orang, lain pikiran.. Lagian belom tentu juga si cewek menikahi si cowok cuma karena uangnya. Bisa jadi ada sisi-sisi baik lainnya yang orang lain tidak ketahui tentang si pria, bisa jadi orang2 bergosip karena mereka hanya menilai dari luarnya saja.
Because judgement creates biases, then makes you blind.
Meng-Quote nasehat tante bijak, “Kalau kalian dihadapkan pada dua pilihan. Sama-sama baiknya, sama-sama tampannya, pilihlah yang lebih sayang sama kalian. Tapi kalau dua-duanya sama sayangnya, pilihlah yang lebih banyak duitnya.” - ini tante bijak ato tante matre ya?! Wekekekek...
Karena hidup itu pilihan.
So, how much do YOU cost?
**ngebahas ini jadi inget Nia Ramadhani dan Ardhie Bakrie, hehehe :P
October 28, 2009
October 23, 2009
Saya tidak benci rokok
**sebelum berkomentar, baca dulu lanjutannya..
Sungguh, saya tidak benci rokok.
Faktanya adalah bahwa industri rokok mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi begitu banyak orang.
Pemasukan pajak atas rokok juga lumayan untuk pemasukan negara.
Jadi apa masalahnya dengan rokok?
Toksin-toksin yang ada di dalamnya? Yah, itu mah anak Pak Entong juga tau... Apalagi peringatan atas bahayanya rokok sudah dipajang di setiap advertising rokoknya itu sendiri, bahkan di kemasannya pun sudah dicantumkan toh.
"Enak ngerokok", alasan yang sering diucapkan oleh perokok.
Mungkin karena sejak kecil saya telah belajar makna kesehatan dan pentingnya sehat untuk hidup, alasan diatas justru gak masuk akal. Lagian apa enaknya sih menghirup racun untuk dimasukkan ke dalam badan sendiri..
Saya justru benci sama orang-orang yang merokok di sembarang tempat. Terutama public spaces seperti angkutan umum.
Gak cukup polusi udara yang dicemari di jalan raya, smokers geblek dengan perilaku gak punya otaknya itu dengan santai bisa-bisanya merokok dalam bus (yang non AC pastinya!! Karena kalo ada orang gak tau diri yang berani-beraninya ngerokok di dalam ruangan AC pas saya lagi didalamnya, sudah pasti bukan cuma tulisan ini yang muncul, cakaran dari kuku tajam eyke juga bisa berbekas di muka tu orang)
Lebay? enggak juga sih.. Ga percaya? coba aja!!
**untung gue gak ikutan anak2 ke Equinox ;P
Untungnya saat itu ada scarf yang bisa saya gunakan untuk menutup hidung, lumayan lah untuk membantu penyaringan udara.
Tapi, lama kelamaan scarf itu tampaknya sudah tercemari oleh polutan-polutan dari udara sekitar. Akibatnya, fungsi awal penyaringan itu sudah tidak optimal lagi toh..
Terpikir oleh saya untuk meminta tolong pada si kondektur untuk menegur penumpang yang seenak udelnya merokok dalam bus, secara lirikan tajam tampaknya gak beguna untuk kasih warning ke mereka. Eh, ternyata pas saya lihat sekeliling dengan seksama, sang sopir, yang notabene pemegang otoritas dan kendali dalam bus itu sendiri, malah merokok...
Yaaah.. kalo gini urusannya sih, saya gak bisa berharap banyak deh...
Untungnya perjalanan kali itu bisa dibilang singkat, sehingga saya tidak keburu tercemar (significantly) oleh asap rokok dari orang2 buodoh itu.
I mean, terserah deh kalo lo mau ngerokok, badan2lo.. yang resiko kena sakit kanker juga elo sendiri. Tapi kalo cari mati gak usah ajak2 orang dong. Pilih tempat yang emang rame oleh orang-orang sesama kalian yang prefer mati perlahan dengan asap rokok itu lah.
I do not need nor wanted such a miserable excuse to end my own life that way.
So...
Peringatan: rokok dapat menyebabkan gangguan impotensi, kehamilan dan janin.
Plus, kalo mau ngerokok, pilih-pilih tempat lah, Mpret!!
Sungguh, saya tidak benci rokok.
Faktanya adalah bahwa industri rokok mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi begitu banyak orang.
Pemasukan pajak atas rokok juga lumayan untuk pemasukan negara.
Jadi apa masalahnya dengan rokok?
Toksin-toksin yang ada di dalamnya? Yah, itu mah anak Pak Entong juga tau... Apalagi peringatan atas bahayanya rokok sudah dipajang di setiap advertising rokoknya itu sendiri, bahkan di kemasannya pun sudah dicantumkan toh.
"Enak ngerokok", alasan yang sering diucapkan oleh perokok.
Mungkin karena sejak kecil saya telah belajar makna kesehatan dan pentingnya sehat untuk hidup, alasan diatas justru gak masuk akal. Lagian apa enaknya sih menghirup racun untuk dimasukkan ke dalam badan sendiri..
Saya justru benci sama orang-orang yang merokok di sembarang tempat. Terutama public spaces seperti angkutan umum.
Gak cukup polusi udara yang dicemari di jalan raya, smokers geblek dengan perilaku gak punya otaknya itu dengan santai bisa-bisanya merokok dalam bus (yang non AC pastinya!! Karena kalo ada orang gak tau diri yang berani-beraninya ngerokok di dalam ruangan AC pas saya lagi didalamnya, sudah pasti bukan cuma tulisan ini yang muncul, cakaran dari kuku tajam eyke juga bisa berbekas di muka tu orang)
Lebay? enggak juga sih.. Ga percaya? coba aja!!
**untung gue gak ikutan anak2 ke Equinox ;P
Untungnya saat itu ada scarf yang bisa saya gunakan untuk menutup hidung, lumayan lah untuk membantu penyaringan udara.
Tapi, lama kelamaan scarf itu tampaknya sudah tercemari oleh polutan-polutan dari udara sekitar. Akibatnya, fungsi awal penyaringan itu sudah tidak optimal lagi toh..
Terpikir oleh saya untuk meminta tolong pada si kondektur untuk menegur penumpang yang seenak udelnya merokok dalam bus, secara lirikan tajam tampaknya gak beguna untuk kasih warning ke mereka. Eh, ternyata pas saya lihat sekeliling dengan seksama, sang sopir, yang notabene pemegang otoritas dan kendali dalam bus itu sendiri, malah merokok...
Yaaah.. kalo gini urusannya sih, saya gak bisa berharap banyak deh...
Untungnya perjalanan kali itu bisa dibilang singkat, sehingga saya tidak keburu tercemar (significantly) oleh asap rokok dari orang2 buodoh itu.
I mean, terserah deh kalo lo mau ngerokok, badan2lo.. yang resiko kena sakit kanker juga elo sendiri. Tapi kalo cari mati gak usah ajak2 orang dong. Pilih tempat yang emang rame oleh orang-orang sesama kalian yang prefer mati perlahan dengan asap rokok itu lah.
I do not need nor wanted such a miserable excuse to end my own life that way.
So...
Peringatan: rokok dapat menyebabkan gangguan impotensi, kehamilan dan janin.
Plus, kalo mau ngerokok, pilih-pilih tempat lah, Mpret!!
October 20, 2009
Tampaknya..
**sedikit kata hati yg muncul selama perjalanan yang melelahkan..
Saat ada sebuah motor yang dengan kampretnya ngegas sehingga mampu memekakan gendang telinga dan mengganggu tidur nyenyak saya di angkutan umum, saat itu juga saya langsung berdoa dalam hati, "Tuhan, semoga orang itu kupingnya budeg, sebagaimana suara knalpot motornya membuat gendang telinga saya hampir pecah" - agak lebay, tapi, seriously, I pray for that and I mean it.
Saat ada seorang bapak yang kelihatannya cukup bugar untuk bangun dari kursi tempat duduknya tanpa harus berpegangan pada apapun, yang kemudian, entah sengaja ato emang gatel, menggunakan lutut gue sebagai alas tangannya.
Seketika dia turun dari angkot, saya langsung berdoa, "Semoga tangan orang itu dikasi penyakit kudis supaya sama gatelnya seperti tangannya yang kegatelan barusan"
Saat ada seorang wanita berjilbab yang tidak mau menggeser posisi duduknya, which is makan tempat, sampai-sampai seorang penumpang yang baru naik terpaksa duduk di kursi kayu di bibir pintu angkot. Dalam hati, saya langsung berkata, "memang tidak semua orang yg berjilbab baik hatinya" no offense on SARA or anything, this is just a sound from a (mentally) exhausted ordinary person..
Siggh... tampaknya watak sinical saya masih terpelihara dengan baik
Saat ada sebuah motor yang dengan kampretnya ngegas sehingga mampu memekakan gendang telinga dan mengganggu tidur nyenyak saya di angkutan umum, saat itu juga saya langsung berdoa dalam hati, "Tuhan, semoga orang itu kupingnya budeg, sebagaimana suara knalpot motornya membuat gendang telinga saya hampir pecah" - agak lebay, tapi, seriously, I pray for that and I mean it.
Saat ada seorang bapak yang kelihatannya cukup bugar untuk bangun dari kursi tempat duduknya tanpa harus berpegangan pada apapun, yang kemudian, entah sengaja ato emang gatel, menggunakan lutut gue sebagai alas tangannya.
Seketika dia turun dari angkot, saya langsung berdoa, "Semoga tangan orang itu dikasi penyakit kudis supaya sama gatelnya seperti tangannya yang kegatelan barusan"
Saat ada seorang wanita berjilbab yang tidak mau menggeser posisi duduknya, which is makan tempat, sampai-sampai seorang penumpang yang baru naik terpaksa duduk di kursi kayu di bibir pintu angkot. Dalam hati, saya langsung berkata, "memang tidak semua orang yg berjilbab baik hatinya" no offense on SARA or anything, this is just a sound from a (mentally) exhausted ordinary person..
Siggh... tampaknya watak sinical saya masih terpelihara dengan baik
October 09, 2009
This I promise..
dalam keadaan yang mampu membuatku merana
dalam kelelahan yang tiada tertahan
dalam kejenuhan yang tiada tertara
I've decided, promising MY OWN self, to be able to get myself into a
position that I am sure that I'll be able to handle
Thus, I promise to resign from it, soon after Lebaran
sekarang, alhamdulillah.. the promise had been fulfilled
wish me the best luck, since I am starting a new beginning
I believe..
dalam kelelahan yang tiada tertahan
dalam kejenuhan yang tiada tertara
I've decided, promising MY OWN self, to be able to get myself into a
position that I am sure that I'll be able to handle
Thus, I promise to resign from it, soon after Lebaran
sekarang, alhamdulillah.. the promise had been fulfilled
wish me the best luck, since I am starting a new beginning
I believe..
**originally inspired on June 30, 2009
October 08, 2009
Percakapan Imajiner
Saat sedang melakukan setor tunai di suatu bank
Saya: sudah sukses ya Mbak? (maksud saya transaksi setor tunai-nya)
CSO: oh.. belum Mbak.. saya masih meniti karier disini.. belum jadi apa-apa..
**gini nih jadi orang kelewat imajinatif.. yang ga ada diada2in, huahaha...
Saya: sudah sukses ya Mbak? (maksud saya transaksi setor tunai-nya)
CSO: oh.. belum Mbak.. saya masih meniti karier disini.. belum jadi apa-apa..
**gini nih jadi orang kelewat imajinatif.. yang ga ada diada2in, huahaha...
October 03, 2009
Pelajaran hidup
Minggu lalu, saat sedang penugasan untuk cek fisik persediaan klien, dengan sangat beruntungnya saya tertimpa bagian yang lumayan nyebelin.
Kenapa nyebelin? Karena untuk melakukan pengecekan item yang satu gedungnya paling cuma ada empat sampai enam tabung itu, saya harus naek tangga manual lima-enam lantai yang ketinggiannya curam gila...
Yang ada, begitu saya sampai keatas, keringat bercucuran kayak abis jogging lima keliling. Lumayan sih buat olahraga, tapi ga lumayan buat kesehatan mental saya. Jiper boooo... mana udaranya penuh dengan campuran inventory-nya si company lagi.
Lalu pelajaran hidup apa yang saya pelajari dari penugasan itu? Untuk cari kerjaan baru yang lebih beradab, itu dah pasti (haduh.. lebay mode: On). Tapi yang menarik, pelajaran hidup yang satu ini:
Saat kita sedang menaiki tangga, beratnya minta ampun, cobaannya maha berat (dramatisir yang kalo saya inget2 emang berat sih), sampe mo pass out rasanya.. godaan untuk berhenti ditengah jalan begitu kuatnya. Capek gila...
Then, apa yang bisa kita lakukan?
Take a break
Take a deep breath
Or maybe just to wandering the environment for a while, and if you like it, you can stick to the level in which you take a break, temporarily, or even for good
And stop climbing to the top
But if u pushes yourself, u might find out the greater view up there. Walaupun untuk kasus saya, pemandangan on the top of the building cenderung mengecewakan sih..
Tapi, begitu saatnya turun, semua usaha dan perjuangan kita kok berasa ga ada artinya ya? Ga ada seujung kukunya kalo dibandingin ama saat kita naik. Loss aja gitu..
Mungkin saya terlalu cepat berada diatas kali ya?
Kalo ini saya boleh terapkan dalam siklus kehidupan, mungkin bisa applicable juga ya?
Semakin tinggi tingkatan kehidupan yang mau kita capai, semakin besar hambatan & rintangannya
Maka dalam perjalanan menuju ke puncak, kita dikasih pilihan.. mo istirahat sejenak, untuk menikmati apa yang ada di sekitar kita, atau mau terus memaksakan diri keatas sana?
Bagus kalo pemandangan begitu nyampe atas sesuai ama ekspektasi kita, kalo justru berbanding terbalik gimana, hayo?
Eniwei, hidup itu pilihan dan apapun pilihan yang nantinya kita ambil, percaya deh, saat semua usah yang memang perlu dilakukan sudah lo lakuin, dan sesuai ama kata hati lo.. apapun hasil akhirnya, itu adalah yang terbaik..
Just do your best, let God do the rest...
Kenapa nyebelin? Karena untuk melakukan pengecekan item yang satu gedungnya paling cuma ada empat sampai enam tabung itu, saya harus naek tangga manual lima-enam lantai yang ketinggiannya curam gila...
Yang ada, begitu saya sampai keatas, keringat bercucuran kayak abis jogging lima keliling. Lumayan sih buat olahraga, tapi ga lumayan buat kesehatan mental saya. Jiper boooo... mana udaranya penuh dengan campuran inventory-nya si company lagi.
Lalu pelajaran hidup apa yang saya pelajari dari penugasan itu? Untuk cari kerjaan baru yang lebih beradab, itu dah pasti (haduh.. lebay mode: On). Tapi yang menarik, pelajaran hidup yang satu ini:
Saat kita sedang menaiki tangga, beratnya minta ampun, cobaannya maha berat (dramatisir yang kalo saya inget2 emang berat sih), sampe mo pass out rasanya.. godaan untuk berhenti ditengah jalan begitu kuatnya. Capek gila...
Then, apa yang bisa kita lakukan?
Take a break
Take a deep breath
Or maybe just to wandering the environment for a while, and if you like it, you can stick to the level in which you take a break, temporarily, or even for good
And stop climbing to the top
But if u pushes yourself, u might find out the greater view up there. Walaupun untuk kasus saya, pemandangan on the top of the building cenderung mengecewakan sih..
Tapi, begitu saatnya turun, semua usaha dan perjuangan kita kok berasa ga ada artinya ya? Ga ada seujung kukunya kalo dibandingin ama saat kita naik. Loss aja gitu..
Mungkin saya terlalu cepat berada diatas kali ya?
Kalo ini saya boleh terapkan dalam siklus kehidupan, mungkin bisa applicable juga ya?
Semakin tinggi tingkatan kehidupan yang mau kita capai, semakin besar hambatan & rintangannya
Maka dalam perjalanan menuju ke puncak, kita dikasih pilihan.. mo istirahat sejenak, untuk menikmati apa yang ada di sekitar kita, atau mau terus memaksakan diri keatas sana?
Bagus kalo pemandangan begitu nyampe atas sesuai ama ekspektasi kita, kalo justru berbanding terbalik gimana, hayo?
Eniwei, hidup itu pilihan dan apapun pilihan yang nantinya kita ambil, percaya deh, saat semua usah yang memang perlu dilakukan sudah lo lakuin, dan sesuai ama kata hati lo.. apapun hasil akhirnya, itu adalah yang terbaik..
Just do your best, let God do the rest...
Judgment creates biases, then makes you blind
Siang tadi, saat sedang makan siang bersama seorang kawan lama di satu pasar modern di kawasan Jakarta Selatan, seperti biasa saya mengobservasi keadaan sekitar, hanya untuk mengamati dan mengembangkan pemikiran atas objek observasi saya. Hehehe, sok analis banget sih
Lalu, datanglah objek yang menarik untuk diobserve. Pria asing yang sedang berbicara kepada seorang wanita, yang tidak terlalu muda, umurnya kira-kira akhir 20 ato awal 30an, untuk memberikannya tempat duduk. Si wanita orang indonesia tulen (kayaknya), si pria bule. Si wanita gak terlalu cantik, ga elegan2 amat juga, tapi yang pasti pake baju yang minim atas bawah. Oke, see where this is going?
Jadi, otomatis otak saya menghakimi si wanita, kalau dia itu wanita gampangan. Jahat ya? Hmmm.. abis gimana dong.. tingkah polah si wanita saat sedang menunggu si pria, menurut saya, rada enggak banget.. duduknya sembarangan, selain itu, caranya berbicara kepada pelayan juga enggak banget.. It was judgment, penilaian saya terhadap dia, tanpa melihat informasi lainnnya, hanya dari fisik, dari cover..
Observasi itu berhenti saat saya menikmati makanan yang sudah terhidang di meja dan membahas issue-issue yang perlu saya catch up dengan kawan lama saya itu.
Tak berapa lama kemudian, seorang baby sitter mendatangi pasangan itu kemudian meng-hand over seorang bayi laki-laki yang LUCU BANGET..
Judgment saya terhadap wanita itu terpatahkan seketika saat saya melihat si bayi innocent. Ternyata, wanita itu adalah ibu dari seorang baby boy yang lucunya gak ketulungan.. Ampun dijeeeee... saya salah menilai orang..
So, morale of the day kali ini: bahwa saat kita mulai menilai orang, hanya dari covernya, akan begitu banyak bias yang tercipta, sehingga kita hanya melihat apa yang MAU kita lihat. Dan kalau merujuk pada kasus diatas, bias yang dihasilkan sih lumayan signifikan.. material dan gak bisa dipass, kalo kata auditor mah..-hehehe...
Next time, (saya) usahakan untuk tidak menilai orang, HANYA dari covernya, karena pasti dibalik covernya, ada banyak informasi yang mungkin belum kita baca.
Lalu, datanglah objek yang menarik untuk diobserve. Pria asing yang sedang berbicara kepada seorang wanita, yang tidak terlalu muda, umurnya kira-kira akhir 20 ato awal 30an, untuk memberikannya tempat duduk. Si wanita orang indonesia tulen (kayaknya), si pria bule. Si wanita gak terlalu cantik, ga elegan2 amat juga, tapi yang pasti pake baju yang minim atas bawah. Oke, see where this is going?
Jadi, otomatis otak saya menghakimi si wanita, kalau dia itu wanita gampangan. Jahat ya? Hmmm.. abis gimana dong.. tingkah polah si wanita saat sedang menunggu si pria, menurut saya, rada enggak banget.. duduknya sembarangan, selain itu, caranya berbicara kepada pelayan juga enggak banget.. It was judgment, penilaian saya terhadap dia, tanpa melihat informasi lainnnya, hanya dari fisik, dari cover..
Observasi itu berhenti saat saya menikmati makanan yang sudah terhidang di meja dan membahas issue-issue yang perlu saya catch up dengan kawan lama saya itu.
Tak berapa lama kemudian, seorang baby sitter mendatangi pasangan itu kemudian meng-hand over seorang bayi laki-laki yang LUCU BANGET..
Judgment saya terhadap wanita itu terpatahkan seketika saat saya melihat si bayi innocent. Ternyata, wanita itu adalah ibu dari seorang baby boy yang lucunya gak ketulungan.. Ampun dijeeeee... saya salah menilai orang..
So, morale of the day kali ini: bahwa saat kita mulai menilai orang, hanya dari covernya, akan begitu banyak bias yang tercipta, sehingga kita hanya melihat apa yang MAU kita lihat. Dan kalau merujuk pada kasus diatas, bias yang dihasilkan sih lumayan signifikan.. material dan gak bisa dipass, kalo kata auditor mah..-hehehe...
Next time, (saya) usahakan untuk tidak menilai orang, HANYA dari covernya, karena pasti dibalik covernya, ada banyak informasi yang mungkin belum kita baca.
Subscribe to:
Posts (Atom)