Dan tibalah kami di Hotel Amarys Simart. Kami memperoleh kamar di lantai lima. Awesome, should be, tapi karena mereka GAK punya lift, jrengjreeengg…! Bayangkan bawaan saya yang segaban itu saya angkat dengan susah payah kesana. Untung saja kami tidak menunda check-in seusai berkeliling hingga malam nantinya. Plus there’s no such thing as bell boy there, so kalo kita butuh apa-apa, kita urus sendiri deh, pe-er banget deh.. :D
Kamar yang kami tempati bisa dibilang lumayan dan ada pemandangan balkonnya. Walaupun ruang kamarnya sangat compact, begitupula dengan ukuran kamar mandinya, tetapi bersih dan acceptable untuk digunakan sebagai tempat peristirahatan lah.. toh selama disana kami pasti akan lebih banyak mengeksplorasi dunia luar, pastinya!
Petualangan kami dimulai dengan mengunjungi Sacre Ceur (The Hill of Sacred Heart) yang terletak di dekat area Montmare. Setelah membekali diri dengan membeli kebab di restoran Turki dekat hotel, kami menggunakan Metro menuju kesana.
As I said earlier, nyasar tiga jam itu sudah membuat kami khatam ilmu perMetro-an Paris, maka dengan mudahnya kami menemukan rute menuju kesana, plus di setiap stasiun Metro pasti terpampang peta besar yang menggambarkan seluruh rute Metro, dan untuk beberapa area wisata, dicantumkan dengan jelas tempat pemberhentiannya.
Dengan ditemani hujan rintik-rintik, perjalanan menuju Sacre Ceur saya rasakan paling berkesan. Untuk menuju kesana, kita harus menapaki jalan menanjak yang sebelah kanan kirinya adalah toko-toko souvenir, dan ada banyak pelukis yang menawarkan jasanya untuk melukis kita dalam goresan tinta.
Sacre Ceur pada dasarnya adalah tempat ibadah yang berada di puncak bukit, begitu masuk kedalamnya, sungguh terasa kemegahannya, dan kebetulan pada saat itu, sedang ada choir yang begitu indahnya mengalun mengisi ruang-ruang dan menemani para wisatawan berkeliling menikmati karya seni yang ada di dalamnya. Jangan lupa untuk membeli koin souvenir yang dapat dibeli melalui mesin penjual otomatis.
Ohya, dalam perjalanan menuju kesana, anda harus waspada terhadap gerombolan imigran yang ‘menjual’ tali temali pada wisatawan dengan paksa, ataupun mereka yang mengaku dari Yayasan Disabled yang meminta kita mengisi form yang kurang lebih intinya meminta donasi. Konon kata Echa, teman saya yang tinggal disana, mereka kurang lebih sama dengan oknum gepeng di Jakarta.
Kelar berkeliling & berfoto di Sacre Ceur (ps: sebenarnya didalam Sacre Ceur sendiri tidak diperbolehkan untuk mengambil foto, tetapi namanya wisatawan nakal yah, tetep ya curi-curi foto mah dilakonin :P) kami lalu berjalan ke area Montmare, dan mengunjungi pasar seni lokal yang ada disekitarnya. Begitu banyak karya seni yang menarik yang berada di dalamnya, hanya saja range harga yang ditawarkan memang tidak bisa dibandingkan dengan harga barang-barang seni di Bali, misalnya – ya iyalahyaaa.. :D
Dari Montmare, kami melanjutkan perjalanan ke Eiffel setelah mengambil tiket Paris Pass terlebih dahulu. Fyi, Paris Pass ini adalah semacam tiket terusan yang bisa kalian beli dengan harga tertentu (tergantung berapa hari yanga akan digunakan) yang bisa digunakan untuk memasuki beberapa area wisata, macam Museum Louvre, Gravin Museum, dan lain sebagainya (monggo dicek langsung ke websitenya), dan penggunaan Paris Pass ini, cukup saya rekomendasikan mengingat faktor kepraktisan dalam penggunaannya dibanding harus mengantri tiket masuk tempat-tempat wisata, plus ada tiket Metro terusan (selama beberapa hari sesuai pembelian) yang kita dapatkan begitu kita membeli Paris Pass ini.
Perjalanan menuju Eiffel dari pusat kota agak membingungkan dalam pencarian stasiun Metro itu sendiri, ditambah hujan yang masih belum berhenti menemani petualangan kami di hari pertama itu. Setelah kami mencapai stasiun Trocadero >> Metro stasion yang terdekat untuk mencapai Eiffel Tower, tapi kok ya belum kelihatan ya menara tinggi yang legendaris itu? Begitu kami bertanya pada orang sekitar, ternyata menara itu hanya satu belokan dari posisi saya, dan berdirilah menara tinggi nan menawan itu disana, dingin, angkuh, namun begitu anggun tegak berdiri di area lapang, barulah sahih pada momen itu bahwa kami, sudah touch down di Paris!
Berjalan mendekati menara itu terasa begitu mendebarkan, walaupun pada kenyataannya sedikit ironi karena ternyata menara Eiffel mirip2 sutet. Yak sutet tegangan tinggi yang biasa kita temukan disini, xixixixi.. Cuma yang kami lihat disini adalah versi raksasanya, plus lebih indah karena lampu-lampu indah siap menyala disekitarnya pada malam harinya.
Saya janjian dengan Echa untuk ketemuan disana, lalu kami ngobrol-ngobrol sebentar di café sekitar situ, sambil bertanya padanya tempat pemberhentian tempat tujuan kami selanjutnya. Agak iri juga mendengar dia berbicara dengan begitu lancarnya dalam bahasa Perancis pada pelayan café tsb, juga membayangkan bagaimana rasanya hidup dan bekerja di kota ini :)
Sudah tiba di Eiffel, rasanya tidak puas jika tidak naik ke puncak sana, maka beberapa hari sebelum perjalanan dimulai, kami membeli tiket online untuk naik hingga ke puncak menara Eiffel. Gila, pemandangan dari atas sana, super! Ditambah cuaca dinginnya yang bikin pengalaman ‘mendaki’ ke puncak Eiffel itu tak terlupakan.
Unfortunately, karena besok paginya kami sudah akan terbang ke Italy, kami harus menyudahi petualangan kami malam itu lebih cepat. It’s resting time.
Ps: no jet lag has gotten us in anyway. Ihiiiyyy..!!!!
No comments:
Post a Comment