Jarum jam menunjukan pukul enam lebih empat puluh lima menit di sore hari. Dengan langkah gontai saya berjalan menjauhi area kantor, mencoba menghilangkan segala kepenatan yang sudah terjadi sepanjang hari.
Menunggu angkutan umum yang biasa saya gunakan menuju rumah, datanglah kemudian si nomor 72 berwarna orange, dan sayapun segera beranjak kedalamnya. Celingukan mencari tempat duduk yang tersedia, akhirnya saya menemukan spot di kursi bagian depan. Sebelum melangkah ke arah kursi kosong itu, saya menyadari ada sesosok mahluk mungil yang sedang bercengkrama di pojokan. Hantu? Untungnya bukan.
Mahluk mungil di pojokan itu adalah anak si sopir yang sedang dibawa bapaknya saat bekerja. Anak lelaki yang setidaknya berumur tiga tahun itu bermain mobil-mobilan di lantai kopaja, dan kemudian saya sadari bahwa si ibunya berperan sebagai kondektur. Terbayangkah hidup seperti itu bagi kalian?
Seharian mengukur jalanan, mencari penghidupan yang mungkin benar-benar hanya sekedar sepiring nasi dan mungkin sebotol susu.
Dan jika kita pernah merasa bahwa hidup kita berat, coba bandingkan dengan hidup keluarga kopaja itu.
*dan saya memang masih harus belajar bersyukur*
No comments:
Post a Comment